Fiks Mini-bokstoday.my.id|| Aku berdiri di tepi dermaga, memandang cakrawala yang mulai merekah merah. Angin sore menyapu rambutku dengan lembut, membawa aroma laut yang asin dan kisah-kisah yang terlupakan. Di ujung sana, kapal Tilong Kabila Labuan Bajo berdenting pelan, siap berlayar mengantar penumpang pulang ke pelabuhan mimpi.
Di sanalah aku bertemu dia seorang gadis dengan mata yang berbicara lebih banyak dari kata-kata, dan senyum yang meredam semua badai dalam hatiku. Namanya Laila, dan ia adalah rahasia yang tak pernah kuungkapkan pada dunia.
Hari-hari kami berlalu dalam bisu yang manis. Setiap senja, kami berbagi cerita di dek kapal, membiarkan waktu mengalir seperti gelombang yang tak kenal lelah. Aku yakin, di tengah lautan yang luas ini, hanya ada kami berdua dan takdir yang mengikat dalam diam.
Namun, malam itu, saat kapal mulai berlayar meninggalkan dermaga, Laila menatapku dengan mata yang tak lagi sama.
"Aku harus jujur padamu," katanya pelan, suaranya hampir tenggelam oleh suara ombak.
"Jujur tentang apa?" tanyaku, hati mulai berdebar tak menentu.
"Aku bukan siapa yang kau kira. Aku adalah bagian dari kisah yang tak bisa kau genggam. Aku adalah luka lama yang kau sembunyikan dalam jiwa." Balasnya.
Hatiku membeku. Kutatap wajahnya yang mulai pudar dalam bayang-bayang lampu kapal.
"Tapi aku mencintaimu,"lanjutnya. "Meski aku harus pergi, aku ingin kau tahu bahwa aku pernah ada, dan aku pernah mencintaimu sepenuh hati."
Kapal itu berputar, meninggalkan pelabuhan dan memisahkan kami oleh lautan yang tak terhingga. Dan aku tahu, cinta kami adalah kisah yang tenggelam bersama gelombang, tak pernah sampai ke tepian.
Tapi saat aku memandang ke dalam tas kecilnya yang tertinggal, aku menemukan surat yang bertuliskan:
"Aku adalah bayanganmu, aku adalah kamu yang takut kehilangan. Aku adalah dirimu sendiri."
Di tengah derasnya gelombang, aku terhanyut dalam misteri cinta yang tak berwujud sebuah kisah yang bukan tentang dua hati, tapi tentang satu jiwa yang belajar mencintai dirinya sendiri.
Dalam derasnya gelombang, aku tenggelam bukan oleh laut, tapi oleh kenangan yang tak kunjung usai.
Writer|| Stanislaus Bandut|| Redaksi
